Apa Yang Dimaksud Puisi dan Ciri-Cirinya? Penjelasan Lengkap

Ada tiga bentuk karya sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama.

Puisi adalah karya sastra tertulis yang paling awal ditulis oleh manusia.

Karya-karya sastra lama yang berbentuk puisi, contohnya adalah Mahabarata, Ramayana dari India yang berbentuk puisi atau kakawin.

Drama-drama oedipus sang raja, oedipus di colonus, dan antigone dan drama-drama William Shakespeare juga berbentuk puisi.

puisi dan ciri-cirinya


Apa yang dimaksud dengan puisi?

Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi Irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias atau imajinatif.

Puisi kata-kata betul-betul terpilih akan memiliki kekuatan pengucapan.

Walaupun singkat atau padat, namun berkekuatan.

Karena itu, salah satu kendala penyair adalah memilih kata-kata yang memiliki persamaan bunyi atau rima.

Bisa juga dengan penggunaan asonansi dan aliterasi.

Kata-kata itu mau memiliki makna yang lebih luas dan lebih banyak..


Karena itu, kata-kata dicarikan konotasi atau makna tambahannya dan dibuat bergaya dengan bahasa figuratif.

Apa saja ciri-ciri puisi?


Berikut ini adalah ciri-ciri puisi secara luas.

1. Pemadatan Bahasa


Bahasa yang dipadatkan agar berkekuatan gaib.

Jika puisi itu dibaca deretan kata-kata tidak membentuk kalimat dan alinea, tetapi membentuk larik dan bait yang sama sekali berbeda hakikatnya.

Larik memiliki makna yang lebih luas dari kalimat.

Jangan perwujudan tersebut, diharapkan kata atau frasa juga memiliki makna yang lebih luas daripada kalimat biasa.

Berikut ini tiga bait puisi doa karya Chairil Anwar:

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh
mengingat kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Bait pertama puisi tersebut terdiri atas tiga larik.

Masing-masing garis tidak dapat disebut kalimat.

Kunci utama baik itu adalah kata termangu, termangu dalam hal apa, kepada siapa, yang tentang apa, dan banyak pertanyaan lain.

Mungkin penyaringan mengatakan bahwa di dalam goyah imannya kepada Tuhan (termangu) masih menyebut nama Tuhan dalam doa-doanya.

Bait kedua dengan kata kunci susah.

Susah dalam hal apa?

Tentang apa?

Karena apa?

Ditafsirkan bahwa penyakit sangat sulit berkonsentrasi dalam doa untuk berkomunikasi kepada Tuhan secara total (penuh seluruh).

Dalam kegoncangan iman , kesulitan berkonsentrasi untuk dialog dengan Tuhan memang dimungkinkan.

Bait ketiga kata kuncinya adalah lilin.

Cahaya lilin mewakili cahaya yang sangat penting untuk menerangi kegelapan malam.

Atau mewakili cahaya yang rapuh dalam kegelapan malam.

Mungkin banyak yang bermaksud untuk menyatakan bahwa cahaya iman dari Tuhan tinggal cahaya kecil ditumpuk hati penyair yang siap padam karena kegoncangan iman.

2. Pemilihan Kata Khas


Ciri lain dari puisi adalah pemilihan kata yang sangat khas.

Puisi Chairil Anwar di atas menggunakan kata-kata khas puisi, bukan kata-kata untuk puasa atau bahasa sehari-hari.

Tentu saja tidak semua kata-katanya khas puisi, pasti ada kata-kata yang jelas seperti dalam prosa atau bahasa sehari-hari.

Kalau semua kata-katanya harus diisi dalam puisi menjadi gelap dan sulit dipahami.

Cari puisi "doa” tersebut, ada beberapa kata yang sulit ditafsirkan secara langsung.

Seperti kata termangu, menyebut namaMu, susah sungguh, cayaMu panas suci, kerdip lilin, dan kelam sunyi.

Kata-kata tersebut bermakna lugas, tetapi bermakna kias.

Kata-kata yang dipilih penyair dipertimbangkan betul dari berbagai aspek dan efek pengucapannya.

Tidak jarang kata-kata tertentu dicoret beberapa kali karena belum secara tepat mewakili pikiran dan suara hati penyait.

3. Menggunakan Makna Kias


Sudah dijelaskan di depan bahwa makna kias banyak digunakan dalam karya sastra.

Puisi merupakan genre sastra yang paling banyak menggunakan makna kias.

Di samping puisi di depan, berikut ini dikutip dua bait puisi Ali Hashmy, salah seorang penyait Angkatan Pujangga Baru berjudul “Menyesal.”

Menyesal

Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku telah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi

Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta.


Dala puisi tersebut makna kias mudah dipahami karena diberi penjelasan pada baris berikutnya.

Kata pagi diberi penjelasan muda.

Kata petang diberi penjelasan batang usiaku sudah tinggi (tua).

Dalam puisi Chairil Anwar berikut ini makna kias lebih sulit ditafsirkan

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang


Luka dan bisa kubawa berlari
Hingga hilang pedih perih.


Pembaca harus menafsirkan makna lugas larik bintang jalan dari kumpulannya terbuang.

Larik ini dapat diartikan orang yang selalu bersikap memberontak dan berada di luar organisasi formal.

Karena yang sakit bukan fisik, tetapi jiwanya.

Maka luka dan bisa (akan dibawa berlari). Terus berlari.

Dengan berlari itu akan hilang pedih perih.

Kalau yang luka fisiknya, tentunya akan sulit hilang pedih perihnya.

Dengan dibawa berlari malah semakin parah pedih dan perihnya.

Tetapi karena yang luka adalah jiwa, maka dengan dibawa berlari (tidak dihiraukan) pedih perih itu akan hilang.

4. Menggunakan Lambang


Ciri berikutnya dari puisi adalah penggunaan perlambang.

Dalam puisi banyak dugniakan lamgbang, yaitu penggantian suatu hal/benda dengan hal/benda lain.

Ada lambang yang bersifat lokal karena, kedaerahan, nasional, ada juga yang bersifat universal yakni berlaku untuk semua manusia.

Misalnya bendera adalah lambang identitas negara, dan bersalaman adalah lambang persahabatan, pertemuan, atau perpisahan.

Berikut ini dikutip puisi yang mengandung lambang dari beberapa bait puisi Rendra berjudul "Surat Kepada Bunda Tentang Calon Menantunya.”



Burung dara jantan yang nakal
Yang sejak dulu kau piara
Kini terbang dan telah menemukan jodohnya
Ya telah meninggalkan kandang yang kau buatkan
Dan tiada akan pulang
Buat selama-lamanya
….

Diri penyair sebagai orang yang setia dilambangkan dengan burung dara jantan.

Selanjutnya pada bagian lain puisinya, Rendra menulis:

Dan sepatu yang berat serta nakal
Yang dulu biasa menempuh
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
Kini telah aku lepaskan
Dan berganti dengan sandal rumah
Yang tenteram, jinak dan sederhana

….


Dalam bayi tersebut dinyatakan bahwa jejaka yang belum berumah tangga dilambangkan dengan sepatu yang berat dan nakal.

Sedangkan setelah menemukan jodohnya, ia menjadi sandal rumah yang jinak dan sederhana .

Jenis-jenis lambang yang ada dalam puisi meliputi lambang benda, lambang warna, lambang bunyi, dan lambang suasana.

Lambang warna memberi makna tambahan pada warna untuk mengganti atau menambahkan makna sesungguhnya.

Misalnya warna hitam melambangkan kesedihan, warna putih kesucian, warna kuning kesetiaan, warna biru harapan, dan sebagainya.

Lambang warna dapat kita Hayati dalam "Balada Sumilah” karya Rendra berikut ini:

….
Tapi harusnya putih pergi kembara
….

Bulan keramik putih tanpa darah
Warna jingga adalah mata samijo
Menatap ia, menatap amat tajamnya.

Padamkan jingga apimu. Padamkan!
Demi selaput sutra putih: padamkan!



Kata-kata halusnya putih mengacu pada rosulillah yang suci karena ia telah mati.

Kata jingga dalam puisi ini menggambarkan kebencian.

Dalam puisi ini diceritakan samijo sangat benci pada semilah tanah pemanfaatannya, karena mengira semilah telah menghianatinya.

Lambang bunyi artinya makna khusus yang diciptakan oleh bunyi-bunyi atau perpaduan bunyi-bunyi tertentu.

Misalnya bunyi Seruling yang mendayu-dayu mengingatkan kita akan tanah Pasundan.

Bunyi gamelan membawa kita kepada alam Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Begitu juga bunyi-bunyi khas Bali, Ambon, dan sebagainya melambangkan kedaerahan tertentu.

Disamping itu vokal, konsonan, dan perpaduan vokal konsonan dapat membentuk sifat tertentu dari puisi.

Hal ini juga termasuk lambang bunyi.

Berikut ini puisi Ramadhan KH yang kental dengan lambang bunyi:

Seruling di Pasir ipis, merdu
Antara gundukan pohon pina
Tembang menggema di dua kaki
Burangrang Tangkuban Perahu
Jamrud di pucuk-pucuk
Jamur di air pipis menurun
...

Kata seruling melambangkan tanah Pasundan yang terkenal dengan bunyi seruling yang khas meliuk-liuk.

Terlebih jika dikaitkan dengan Gunung Burangrang atau legenda Lutung Kasarung dan Tangkuban Perahu, Legenda Sangkuriang.

Maka akan lebih meyakinkan pembaca bahwa puisi ini bernada sendu dan menggambarkan kedukaan.

Lambang suasana Artinya peristiwa atau keadaan yang tidak digambarkan seperti apa adanya.

Tetapi diganti dengan keadaan lain misalnya dalam bait puisi yang berjudul "surat cinta" ini terdapat lambang suasana:



Kutulis surat ini
Kalau hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah


Ungkapan hujan gerimis di atas melambangkan suasana sedih penyair karena cinta kepada gadis pujaannya tidak direstui oleh orang tua gadis itu.

Namun cintanya memang luar biasa besar, bergema dan bergemuruh seperti tambur mainan anak peri dunia yang gaib .

Lambang suasana juga kita dapati pada kata-kata yang ada dalam karya sastra lain, seperti :

Lintang kemukus (melambangkan bencana),
bhratayudha (melambangkan huru-hara), dan lain sebagainya.

5. Persamaan Bunyi


Pemilihan kata di dalam baris puisi maupun dari suatu baris ke Bali selain mempertimbangkan kata-kata yang mempunyai persamaan bunyi yang harmonis.

Bunyi bunyi yang berulang ini menciptakan konsentrasi dan kekuatan bahasa atau sering disebut daya gaib kata seperti dalam mantra.

Dalam puisi lama dan puisi modern sampai mata Chairil Anwar, persamaan vokal pada akhir baris sangat dipentingkan (rima akhir).

Contohnya adalah puisi "doa" berikut ini:

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh

….

Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk

….

Bandingkan dengan puisi angkatan Pujangga baru karya Ali hasjmy yang berjudul menyesal ini.

Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi


Dalam pantun dan sayur persamaan bunyi pada akhir baris lebih tampak karena menjadi syarat keindahan puisi lama yang bersajak a-a-a-a untuk syair dan ab ab untuk pantun.

Contoh pantun:

Tanah melati di Rama Rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Satu subur kita berdua

Piring putih piring bersabun
Di sabun anak orang Cina
Memutih bunga dalam kebun
Setangkai saja yang menggila


Contoh syair yang diambil dari "syair burung punguk":

Pungguk bangsawan hendak menitir
Tidak diberi kakanda Satir
Adinda jangan tuan bersyair
Jikalau tuan guru dan petir

Inilah Taman orang Bahari
Pungguk, wahai Jangan kemari
Bukannya tidak akan diberi
Jikalau tuan digoda pari


Dalam puisi-puisi setelah tahun 1945, persamaan bunyi dapat ada pada berbagai kata dalam satu baris.

Seperti karya Rendra berjudul "Balada Terbunuhnya Atmo Karpo" berikut ini :

Dengan kuku-kuku besi, kuda menebah perut bumi.
Bulan berhianat, Gosokkan tubuhnya pada pucuk pucuk para. Mengepit kuat-kuat lutut dan penunggang perampok yang diburu.

Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang.

Dalam puisi puisi Sutardji Calzoum Bachri, persamaan bunyi itu malah dibuat sangat penting seperti dalam mantra.

Hal tersebut dapat dihayati dalam puisi "Sepisaupi" berikut ini:

Sepisau luka sepisau duri
Sepikul dosa sepikan sepi
Sepisau duka serisau diri
Sepisau sepi sepisau nyanyi

Sepisaupa sepisasupi
Sepisaupunya sepikan sepi
Sepisaupa sepisaupi
Sepikul diri kerajang duri

(O Amuk, Kapak, 1976)

6. Kata Kongkret


Hanya ingin menggambarkan sesuatu secara lebih konkrit.

Oleh karena itu, kata-kata diperkonkret.

Bagi penyair mungkin dirasa lebih jelas karena lebih konkret, namun bagi pembaca sering lebih sulit ditafsirkan maknanya.

Sebagai contoh Rendra dalam “Balada terbunuhnya Atmo Karpo” membuat kata konkret berikut ini.


Dengan kuku-kuku besi, kuda menebah perut bumi.
Bulan berhianat, Gosokkan tubuhnya pada pucuk pucuk para. Mengepit kuat-kuat lutut dan penunggang perampok yang diburu.

Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang.


Kaki kuda yang bersepatu besi disebut penyair kuku besi.

Kuda itu mendapati jalan tidak beraspal yang disebut kulit bumi.

Atmo Karpo sebagai perampok yang naik kuda digambarkan sebagai penunggang perampok yang diburu.

Penggambaran perjalanan Atmo Karpo naik kuda yang melebihkan itu diperkonkret dengan larik surai bau keringat yang basah.


Ia telah siap berperang dan telah menghunus jenawi atau Samurai. Hal ini diperkonkret dengan dan jenawipun telanjang.

7. Pengimajian


Penyair juga menciptakan pengimajian atau pencitraan dalam puisinya.

Pengimajian adalah kata atau susunan kata kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair.

Menari pengimajian apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat, didengar, atau dirasa.

Imaji visual menampilkan kata atau kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas.

Hal itu dapat dihayati dalam bagian puisi Toto Sudarto Bachtiar yang berjudul "Gadis Peminta-minta" berikut ini:

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal juga
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa.

Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas melintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal.


Dalam puisinya "Cipasung" berikut ini, Acep Zamzam Noor membuat imaji visual berlatar pedesaan dan persawahan untuk mengungkapkan iman keagamaannya agar menjadi lebih konkret.


Dengan ketam kupanen terus kesabaran hatimu
Cangkul ku iman dan sajadahku lumpur yang kental
Langit yang menguji ibadahku meneteskan cahaya redup.
….
Mendekatlah padaku dan dengarkan Qasidah ikan-ikan
Ini hatiku kolam yang menyimpan kemurnianMu

(Di Luar Kata, 1989)


Imaji auditif (pendengaran) Adalah penciptaan ungkapan oleh penyair, sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan oleh penyair.

Contoh imaji auditif dalam puisi:

Ia dengan kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun

Karena angin pada Kemuning. Ia dengar sahkuda serta langkah Pedati. Ketika langit bersih menampakan Bima Sakti.



Imaji taktil (perasaan) Adalah penciptaan ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan sehingga pembaca ikut terpengaruh perasaannya.

Dalam puisi " yang terampas dan yang putus "Chairil Anwar dengan cara mengungkapkan rasa takut yang mencekam ketika menghadapi maut.

Sehingga pembaca ikut merasakan perasaan tersebut.

Kelam dan angin lalu memper siang diriku
Menggigir juga ruang di mana dia yang ku ingin,
Malam tambah merasuk Rimba jadi semati Tugu di karet, di karet daerahku sampai juga deru angin.

(Deru Campur Debu, 1949)

Rasa sedih Anjasmara dalam puisi "Asmarandana, dapat ikut dihayati oleh pembaca kanan di kecakapan penyair dalam menyusun kata-kata yang tepat:

Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis.

Sebab bila esok pagi pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara,

ia tak akan mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba karena ia tak berani lagi.




Chairil Anwar dalam puisinya, Senja di pelabuhan kecil, juga menciptakan imaji taktil.

Sehingga pembaca ikut merasakan kedukaan secara mendalam.

..

Tiada Lagi. Aku sendiri. Berjalan
Menyisir Semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.

(Deru Campur Debu, 1949)

8. Irama (Ritme)


Irama atau ritme berhubungan dengan Pengulangan bunyi, kata,, dan kalimat.

Dalam pengisi khususnya puisi lama, Irama berupa pengulangan yang teratur Suatu baris puisi menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan.

Irama dapat juga berarti pergantian keras lembut, tinggi rendah, atau panjang pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi.

Dalam puisi angkatan Pujangga baru, pemotongan baris-baris puisi secara teratur dapat menciptakan Irama, misalnya dalam puisi "menyesal" karena karya Ali Hasjmy berikut ini:

Pagiku hilang/sudah melayang
Hari mudaku/telah pergi
Kini petang/datang membayang
Batang usiaku/sudah tinggi
….

Dalam puisi puisi Chairul Anwar persatuan baris-baris puisi diikat oleh pengulangan kata tertentu sehingga menciptakan gelombang yang teratur seperti dalam puisi berikut ini:

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku
aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling



9. Tata Wajah


Dalam puisi mutakhir setelah tahun 1976 tanah banyak ditulis puisi yang mementingkan Tata wajah.

Bahkan penyair berusaha menciptakan puisi seperti gambar.

Puisi sejenis itu disebut puisi konkret karena kata wajahnya membentuk gambar yang mewakili maksud tertentu.

TRAGEDI WINKA DAN SIHKA



Winka kebalikan dari kawin, yang dapat diartikan sebagai perkawinan yang gagal.

Bisa kembalikan dari kasih, artinya karena perkawinan yang gagal mengatasi itu menjadi kebencian.

Baris yang menuju ke kanan artinya makin besar tingkatannya.

Sedangkan baris yang menjauh ke kiri hatinya makin mengecil.

Sementara larik yang terdiri dari hanya satu suku kata bisa bermakna orang yang kawin itu sudah putus atau menjalani hidup sendiri sendiri.

.
Rangkuman:

Puisi adalah : Karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi Irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias.

Ciri-ciri puisi adalah:

  1. Menggunakan bahasa yang padat
  2. Menggunakan diksi atau pilihan kata
  3. Menggunakan kata kias, lambang
  4. Menggunakan persamaan bunyi sebagai keindahan
  5. Menggunakan kata konkret untuk memperjelas maksud
  6. Adanya image atau pencitraan
  7. Penggunaan irama atau ritme
  8. Adanya tata wajah
  9. Terdiri dari bait dan larik

Itulah apa yang dimaksud dengan puisi dan ciri-cirinya.


Baca puisi tentang alam
Pahami puisi lama dan ciri-cirinya
Mengenali puisi satire
Kumpulan puisi tentang ibu
Contoh puisi anak-anak


Next Post Previous Post