Pantun Melayu Klasik - Koleksi St. Takdir Alisjahbana

Pantun Melayu. Suku melayu tidak akan bisa dilepaskan dari pantun. Terdapat ikatan erat antara budaya melayu dengan pantun

Dari pantun tersebut, para pujangga menggambarkan warna kehidupan budaya melayu. Kita bisa mendapatkan berbagai faedah. Seperti pemahaman akan keyakinan, adat, pedoman, dan kehidupan sehari-hari bangsa Melayu. 

Di bawah ini merupakan kumpulan pantun melayu klasih yang dikumpulkan oleh Sutan Takdir Alisjhabana, seorang sastrawan bangsa Melayu. 

pantun melayu


TEKA-TEKI


Buah Budi bedara mengkal,
 masak sebiji di tepi pantai;
 hilang Budi bicara akal,
 buah apa tidak bertangkai?

 Pak Pung Pak Mustafa,
 Pak Dullah di rumahnya;
 tepung dengan kelapa,
  gula jawa di tengahnya?

 kalau puan, puan cerana, 
 ambil gelas di dalam peti;
  Kalau tuan bijak laksana,
 binatang apa tanduk di kaki.

 berlayar perahu dari berandam,
 menuju arah Selat Malaka;
 lebar kepala dari badan,
 Apakah itu cobalah terka.

 burung nuri burung dara,
 terbang ke sisi Taman kesayangan;
 Coba  Cari wahai saudara,
 makin di isi makin ringan. 

Burung dara terbang ke nangka,
 dekat belimbing belimbing sapi mengamuk;
Wahai saudara cobalah terka,
Lulus kambing tak lulus nyamuk.

Catatan: cerana = tempat sirih yang berkaki dan berbentuk piring. 

PANTUN JENAKA - MELAYU KLASIK


Pohon manggis ditepi rawa
 tempat keke tidur beradu;
 sedang menangis nenek tertawa,
 melihat kakek bermain gundu. 

 buah pinang buah belimbing,
  Ketiga dengan buah mangga;
 sungguh senang berbapak sumbing; 
Biar marah tertawa juga.

Tanam jerangau di Bukittinggi,
 mati dipijak anak badak;
Melihat sang bangau sakit gigi,
 gelak terbahak penghulu katak. 

Berderak-derak sangkutan dacing,
 bagaikan putus diimpit lumpang;
 bergerak-gerak kumis kucing,
 melihat tikus bawa senapang.

 Senangis letak di timbangan,
 pemulung kumbang pagi-pagi; 
 menangis katak di kubangan,
 Melihat belut terbang tinggi. 

Biduk buluh bermuat tulang,
 anak Siam pulang berbaris;
Duduk mengeluhkan panglima Elang,
 melihat Ayam bercengkang keris. .

Note;
Keke = sejenis burung kayak tua
Jerangau = sejenis tumbuhan berakar tinggal untuk obat
Senangis = sejenis ikan laut
Bercengkang = memakai keris yang terlampau besar, sehingga sangat menghalangi rupanya. 

PANTUN JENAKA ANAK-ANAK


Hilir lorong mudik lorong,
 bertongkat batang temberau;
 Bukan saya berkata bohong,
 Katak memikul paha kerbau. 

Jual bayam membeli kipas,
Kipas hilang atas perangkap;
Sejak ayam menjadi opas,
Banyak elang yang tertangkap.

Guru Samat membeli batik,
 batik diikat dengan benang; 
Terbang semangat penghulu itik,
 melihat ayam berlumba berenang. 

Di kedai Yahya berjual surat,
Di kedai kami berjual sisir.
Kak buaya melompat ke darat,
 Melihat kambing terjun ke air. 

Jual pepaya dengan kandil,
Kandil buatan orang Inggris.
Melihat buaya menyandang Bedil,
Sapi dan kerbau tegak berbaris.

Anak bakau di rumpun salak,
Patah taruknya ditimpa Genta. 
Riuh kerbau tergelak-gelak,
Melihat beruk berkacamata.

Dari Ambon hendak ke Perak,
Singgah sebentar ke Semarang.
Si Jibun mencari kerak; 
Hitam hidungnya kena arang. 

Pohon manggis pohon embacang,
 ketika dengan pohon lulita;
Duduk menangis Abang pincang,
 katanya jalan tidak rata.

 Jemur bijan dengan kulitnya,
 jamur di atas pohon lembayung;
 Hari hujan sangat lebatnya,
 Lamun si pandir mengepit payung. 

Note: 
Lulita = wijen
Lumpang = alat untuk menumbuk padi 
Temberau = rumput besar
taruknya= pucuknya

PANTUN BERJUDUL “ AWANG LURUNG MERAH HENDAK MERANTAU’

Awang Sulung Merah Muda: 

“Beribu-ribu jalan ke Kandis,
 landak membawa guliganya;
Badanku tinggal jangan menangis,
 anak membawa akan nasibnya.”

Maka dibalas oleh emang bungsunya:

“Air berolak menjala ikan,
Encik Seman menjala udang; 
 anakku bertolak Bunda pesankan,
 jangan lama di rantau orang.”

Maka menyambut Awang Sulung Muda:
“ berbuah benda setambun tulang,
 boleh dibuat obat membantu;
 jikalau untung anak Nin pulang,
 Jikalau tidak hilang dirantau.”

Maka dibalasw pula mak bungsunya:
“pisang kelat di gonggong elang,
 jatuh ke lubuk Indragiri;
 Jikalau berdatang di rantau orang,
 baik- baik membawa diri.”

Dari : Joumat of the Straits Branch of Royal Asiatic Society

DAGANG DI RANTAU - PANTUN MELAYU


Singkarak kotanya tinggi, 
Asam Pauh dari seberang;
 awan berarak ditangisi,
 badan jauh dirantau orang.

 asam Pauh dari seberang,
 tumbuhnya dekat tepi Tebat;
 badan jauh di rantau orang,
 Sakit siapa akan mengobat. 

Apa digulai orang di ladang,
Pusuk kacang sela-bersela;
Apakah untung anak dagang,
 Hari perang tangga berhela. 

 Orang Padang mandi di gurun,
 mandi berlimau bunga lada;
 Hari petang matahari turun,
 Dagang berurai air mata. 

 Pecah-belah batu digunung,
 Sari dewa berjalan malam. 
 Ya Allah tidak tertanggung,
 Rasa tidak dikandung alam. 

 tidak salah bunga lembayung,
 Salahnya pandan menderita;
 tidak salah bunda mengandung,
 salahnya badan buruk pinta. 

 Kalau begini tarah papan,
 ke barat juga kan condongnya;
 kalau begini untung badan,
 Melarat juga kesudahannya. 

Note: 
Tarah = membersihkan kayu sebelum diketam. 

PANTUN BERKAIT - MELAYU KLASIK 


BUNGA DILENGKUNG ULAR YANG BESAR

Pokok beringin di tepi huma, 
Pucuk melampai menghalang ke belukar;
 hati ingin melihat bunga,
 bunga di lengkung ular yang besar.

 melampai menghala ke belukar,
 mati dililit ribu-ribu;
Bunga di lengkung ular yang besar,
 Carilah akal dengan tipu.

Mati dililit beribu-ribu,
 Laksamana tukang tutuhnya;
 Carilah akal dengan tipu,
 bagaimana akan membunuhnya. 

Laksamana tukang tutuhnya,
 sandar menyandar di Batang Pinang;
 Bagaimana akan membunuhnya,
 tembak dengan peluru bertunang.

Sandar-menyandar di Batang Pinang,
Timpa-menimpa di batang padi. 
 tembak dengan peluru bertunang,
 Kena tak kena  ular pun mati. 

Timpa-menimpa di batang padi,
 tadi dibawa dari balok;
 Kena tak Kena ular pun mati,
 Bunga pun dapat kita nan jolok.

 padi di bawah dari balok,
 tiba di Kuala pecah perahunya;
 bunga pun dapat kita nan jolok,
 Sampai di kepala pecah baunya. 

Tiba di Kuala pecah perahunya,
 Juru mudi menyorong sampan;
 sampai di kepala pecah baunya,
 Tujuh  hari sahaya tak makan. . 

Dari: Pantun Melayu (R.J. Wilkinson dan R.O Wiinstedt)

KEMANA TUAN DI SANA SAHAYA


Kalau tuan Pergi ke Tanjung,
 kirim saya sehelai baju;
 Kalau tuan menjadi burung,
 Sahaya menjadi ranting kayu. 

 Kalau tuan Pergi ke Tanjung,
Belikan saya pisau lipat;
 Kalau tuan menjadi burung,
 Sahaya menjadi benang pengikat. 

Kalau tuan pergi ke laut,
 pesan sahaya ketam jantan;
 kalau tuan menjadi pulut,
 sahaya menjadi kepala santan. 

 Kalau tuan pergi ke laut,
 Carilah sahaya ketam betina;
Kalau tuan menjadi rambut,
Sahaya menjadi bunga Cina. 

Kalau tuan pergi ke laut,
Carilah sahaya ketam bertelur;
Kalau tuan menjadi rambut;
Sahaya menjadi bunga melur. 

Kalau tuan pergi kelang,
 sahaya hantar sampai ke Linggi;
 Kalau tuan menjadi elang,
Sahaya menjadi kayu tinggi. 

Kalau tuan pegi ke Langat,
Menanti di batu sembilan;
Kalau tuan menjadi mayat,
Sahaya menjadi air sembilan. 

Jilalau tuan mencari buah,
Sahayapun mencari pandan;
Kalau tuan menjadi nyawa,
Sayapun menjadi badan. 

Note:
Air sembilan = air pemandian mayat. 

Dari: Pantun Melayu (R.J. Wilkinson dan R.O WInstedt)

BERANI KULANGGAR LAUTAN API


Di tenun kain dengan kapas,
 bermacam-macam warna ragi;
 perahu lilin Layar Kertas,
 Berani kulanggar Lautan Api.

 Cik Daud berketam padi,
 sambil petik bunga pudak;
 Tuan pergi ke laut api,
 biar hangus kuturut juga.

 kedondong batang sumpitan,
 Batang padi sahaya lurutkan;
 Tujuh gunung sembilan lautan,
 kalau tak mati sahaya turutkan. 

Note
Pudak = pandan

Dari: Pantun Melayu (R.J. Wilkinson dan R.O WInstedt)

BARU BERTEMU - PANTUN MELAYU KLASIK


Cik Tunggal  yang baru pulang dari perantauan berpantun kepada kekasihnya Gandariah:

 pandan berbunga dalam Rumba,
 angin menderu dari Tiku;
 badan lah lama tak bersua,
 Kinilah baru kita bertemu. 

 baru diikat bunga tanjung,
 Sama terikat bunga pandan;
 Baru melihat adik kandung,
 Kembali semangat dalam badan. 

 Lada dan santan dalam gulai,
 Beri tambahan daun salam,
Sayur buat pemakan nasi. 
 Selama badan kita bercerai,
Nasi dimakan terasa sekam,
Air diminum terasa duri. 

Pandan berbunga hanya lagi,
 anak buaya makan pauh,
 daun digulung di kepala;
 jauh lautan dilayari,
 banyak bahaya yang ditempuh,
 lamun untung bertemu juga.

 sejak berbunga daun pandan,
 banyaknya tikus di Pematang,
 anak buahnya datang pula,
 daun tambah banyak;
 sejak semula dagang berjalan,
 tidak putus dirundung malang,
 Banyak bahaya yang menimpa,
 lamun kasih berpaling tidak.

Baik ditanam batang padi,
 jauhkan tampang anak pisang,
 Halaukan sapi dalam rimba. 
 adakah penyayang orang sini,
 bawa menumpang anak dagang,
 kalau nanti membalas guna

.Bangau lantak terbang Sekawan,
 tegak terdiam di Pematang,
 naik ke pulau semuanya.
 kalau tidak karena Tuan,
 tidak badan Kembali Pulang,
 baik di rantau selamanya.

 Aur Duri baru ditanam,
 Aur di tebing batang Asai,
 bunga kesumba dari Barus. 
 Hancur bumi kiamat alam,
Hancur daging, tulang berkisai,
Kasih di adik tidak putus. 

Pantun jawaban Gandariah:
 baru terjerat saja burung,
 dibeli orang dari pekan,
 Dari Lahat tanah Palembang.
 baru melihat Tuan kandung,
  Kembali semangat pada badan,
 rasa berobat kasih sayang.

 Rama-rama di surau gedang,
Surat jatuh ke balik tabir,
Pipit senandung makan padi.
Selama tuan di rantau orang,
Obat jauh penyakit hampir,
Sakit ditanggung seorang diri. 

Bunga gujarat dalam taman,
Ikan berenang dalam tebar, 
Suntingkan pada anak dara. 
Tuan yang sangat diharapkan,
Jujungan sampai ke akhirat,
Pembimbing badan ke surga. 

Siapa berlangir di tepian,
Jangan dahulu balik pulang, 
Rusa terdampar dalam lembah, 
Ekornya hitam kena bara. 
Kakanda berlayar ke lautan,
Banyak memetik bunga kembang, 
Adinda tinggal tengah rumah,
Tidur bertilam air mata. 

Dari Rokan ke Sungaipasak,
Asin dahulu telur penyu.
Pakai pedoman kami tidak,
Angin berkisar kami tahu. 

Putih warna bunga pulut,
Boleh di beli di Suliki
Kasih tuan sehingga mulut,
Kasih kami lalu ke hati. 

Tatkala pandan ditungalkan,
Makan burung sedang terbang,
Terbang membubung ke langit tinggi. 
Tatkala tuan akan berjalan,
Janji yang sudah kita karang,
Sekarang tinggal menepati. 

Dari Agam ke Kuraitaji
Makan di jalan buah peria,
Pergi ke hulu Sungai Rotan. 
Jika tuan mungkirkan janji,
Tuan termakan sumpah setia
Menjadi dayung di lautan. 

Dari : Syair Anggun Cik Tunggal (Jamin dan Tasat)

Sumber; Puisi Lama, St. Takdir Alisyahbana, Dian Rakyat. 2009. 
Next Post Previous Post
2 Comments
  • Anonim
    Anonim 31 Agustus 2023 pukul 20.15

    Mengapa penting untuk melestarikan dan memahami warisan sastra seperti pantun Melayu klasik dalam konteks modern?
    https://academic.telkomuniversity.ac.id/

  • Telkom University
    Telkom University 29 Oktober 2023 pukul 21.06

    Terima kasih atas informasi yang menarik ini! Pantun Melayu memang kaya akan keindahan budaya kita. https://telkomuniversity.ac.id/i-roasterbik-integrasikan-mesin-pembuat-kopi-dengan-smartphone/

Add Comment
comment url